Artikel Pengadilan

Silogisme Amar Putusan Perceraian
Oleh; Rahmat Raharjo, S.H.I., M.S.I.
(Wakil Ketua Pengadilan Agama Tais)

Keberagaman agama dan kepercayaan yang dianut oleh bangsa Indonesia tentu menimbulkan konsekuensi logis terhadap adanya kemungkinan terjadinya interaksi dan terjalinnya hubungan hukum antar subjek hukum yang berbeda agama, tidak terkecuali dalam urusan perkawinan. Hal ini sering kita jumpai – terutama di Indonesia bagian timur – dalam kasus masuk Islamnya salah satu calon mempelai sebagai modus untuk mendapatkan legalitas status perkawinan mereka di mata hukum yang tidak jarang menjadi masalah di kemudian hari ketika muallaf tersebut memutuskan untuk kembali ke agamanya semula. Sehingga tidak sedikit yang pada akhirnya perkawinan mereka harus kandas di Pengadilan Agama.

Terhadap persoalan tersebut, penulis mencoba melakukan penelitian sederhana terhadap 5 putusan yang diambil secara random melalui mesin penelusur Google untuk mengetahui produk putusan atas kasus putusnya perkawinan yang diakibatkan oleh murtadnya salah satu pihak. Hasilnya, 3 perkara (1 CT dan 2 CG) diputus fasakh dan 2 perkara (CG) diputus talak bain sughra. Terlepas apakah kondisi tersebut merupakan hasil perbedaan sudut pandang dalam menafsirkan aturan yang ada yang harus dihormati karena perbedaan pendapat adalah rahmat atau memang luput dari perhatian pemangku kebijakan, tapi yang jelas disparitas a quo telah memberikan ketidakpastian hukum bagi para masyarakat pencari keadilan yang jika dibiarkan berlarut-larut dapat mengikis tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan yang sedang giat-giatnya diperjuangkan. Karena jelas, bahwa pemutusan hubungan perkawinan dengan talak dan fasakh memiliki implikasi hukum yang berbeda bagi para pihak.


 [1] Hakim pada Pengadilan Agama Lewoleba Nusa Tenggara Timur


 Selengkapnya KLIK DISINI